I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanaman sirsak memiliki nama spesies Annona
muricata Linn, merupakan salah satu tanaman dari kelas Dicotyledonae,
keluarga Annonaceae, dan genus Annona. Nama sirsak sendiri berasal dari bahasa
Belanda (Zuurzak) yang berarti kantong asam. Tanaman buah tropis ini
didatangkan ke Nusantara oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada abad
ke-19, Zuurzak bukan asli tanaman asli Eropa (Muktiani, 2012).
Sirsak
merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuhdan berbuah sepanjang tahun jika
kondisi air tanah terpenuhi selama pertumbuhannya. Tanaman ini berasal dari
daerah tropis di benua Amerika, yaitu hutan Amazon (Amerika Selatan), Karibia,
dan Amerika Tengah. Di tempat asalnya, sirsak merupakan buah penting dan
bergengsi.
Sirsak
merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan vitamin B dan C cukup tinggi,
mempunyai rasa manis-asam dan menyegarkan, sehingga digemari masyarakat sebagai
buah segar maupun olahan. Sebagai tanaman pekarangan komoditas ini masih
terbuka cukup lebar untuk dikembangkan. Salah satu faktor yang menjadi kendala
dalam pengembangansirsak ini adalah terbatasnya informasi dan penerapan
teknologi budidaya termasuk pemeliharaan tanaman (penyulaman, pengairan,
pemupukan, pemangkasan dan sanitasi kebun) yang tepat, sehingga tidak
mengherankan apabila produksi dan kualitas buah yang dihasilkan masih rendah
dan belum sesuai dengan yang diharapkan (Suparyanto, 2013).
1
|
Produksi sirsak di Indonesia masih tergolong rendah
dibandingkan buah lain, seperti jeruk, mangga, durian, pisang dan manggis.
Hingga saat ini penyebab utamanya adalah belum banyak petani yang tertarik
untuk membudidayakan pohon sirsak. Untuk
mencapai produksi yang tinggi di perlukan pembibitan. Pembibitan sirsak merupakan tindakan kultur teknis yang paling awal di
lakukan dalam usaha
pengembangan budidaya perkebunan. Adapun tujuan utama dari pembibitan untuk
mempersiapkan bibit yang sehat dan jagur pertumbuhannya (Nabila, 2014).
Pada
umumnya hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, dengan
mempengaruhi : pembelahan sel, perpanjangan sel dan differensiasi sel. Beberapa
hormon juga mempengaruhi respon fisiologis berjangka pendek dari tumbuhan
terhadap stimulus lingkungan. Setiap
hormon mempunyai efek ganda, ketergantungan pada tempat kegiatannya,
konsentrasinya, dan stadia perkembangan tumbuhannya (Harjadi, 2009).
Fungsi hormon auksin yaitu : (1) zat yang aktif pada proses pembentukan
akar, (2) senyawa yang membantu proses pembiakan vegetatif, (3) mempengaruhi
proses perpanjangan sel, (4) mempercepat pemasakan buah, (5) merangsang
pertumbuhan pada stekan atau cangkokan, (6) merangsang pembungaan secara seragam,
(7) mengatur pembuahan mencegah gugur buah (Anonimus, 2001).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan
penelitian mengenai ”Pengaruh Pemberian Hormon Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit
Tanaman Sirsak (Annona muricata)”.
B.
Tujuan Penelitian
1.
Mendapatkan konsentrasi
hormon auksin yang tepat terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
2.
Mendapatkan
frekwensi pemberian hormon auksin yang tepat terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
3. Mendapatkan kombinasi yang tepat antara konsentrasi
dan frekwensi pemberian hormon auksin yang tepat terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
C. Hipotesis Penelitian
1.
Diduga
adanya pengaruh yang nyata akibat pemberian konsentrasi hormon auksin terhadap
pertumbuhan bibit sirsak.
2.
Diduga
adanya pengaruh yang nyata akibat frekwensi pemberian hormon auksin terhadap
pertumbuhan bibit sirsak.
3.
Diduga
adanya interaksi antara penggunaan konsentrasi dan frekwensi hormon auksin
terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
D. Kegunaan
Penelitian
1.
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan sarjana S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara
Medan.
2.
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan
dalam pembudidayaan tanaman sirsak.
|
1.
Klasifikasi Tanaman Sirsak
Sirsak merupakan tumbuhan tropis yang kaya akan
manfaatnya. Mulai dari buah, bunga, daun, batang, isi, bahkan akarnya pun bisa
dijadikan sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Tanaman sirsak
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Sub-Kingdom :
Trachebionta (tumbuhan berpembuluh)
Super-Divisio :
Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio :
Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida(berkeping dua/dikotil)
Sub-Kelas :
Magnoliidae
Ordo :
Magnoliales
Famili :
Annonaceae
Genus :
Annona
Spesies : Annona muraca (Muktiani, 2012)
2. Morfologi
Tanaman Sirsak
a. Akar
Tanaman ini mempunyai akar tunggang dan akar samping
yang kuat serta agak dalam. Jumlah akar samping sedikit, tetapi cukup keras dan
panjang. Perakaran yang panjang ini memudahkan dalam mengambil sumber air yang
dalam (Suparyanto, 2013).
4
|
b.
Batang
Menurut
Suparyanto (2013) tanaman sirsak berkayu keras dan bercabang sedikit. Arah
cabangnya tidak menentu arahnya. Batang pada umumnya berukuran kecil namun
tidak mudah patah. Ketinggian batang bisa mencapai 8-10 meter, dengan diameter
batang 10-30 cm.
c. Daun
Daun
sirsak berbentuk bulat telur terbalik dengan ujung runcing, lebar, agak tebal
dengan bau spesifik langu. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua,
sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau kekuningan. Tepi daun rata
dan permukaan daun mengkilap. Daun bersifat kaku dengan tulang daun menyirip
(Suparyanto, 2013).
d. Bunga
Bunga
sirsak termasuk besar, bermahkota tebal, dan berwarna hijau. Bunga tersusun
dari berlapis-lapis mahkota, tiga helai lapian dalam dan tiga helai lapisan
luar. Bunga keluar pada tunas yang pendek di sepanjang cabang atau ranting.
Umumnya, berbunga sempurna, tetapi sering ditemukan bunga betina saja. Sifatnya
menyerbuk silang dengan perantara serangga pencari madu (Muktiani, 2012).
e. Buah
Buahnya
berukuran besar. Umumnya berbentuk lonjong sering bengkok (melengkung). Buah
berduri penuh. Kulit buah berwarna hijau hingga kekuningan. Duri buah agak
lunak dan tidak tajam. Bila telah matang, buah menjadi lunak, mudah dibelah
dengan tangan dan dagung buah tampak berlapis-lapis. Letak daging buah sejajar,
tegak lurus pada poros buah yang berwarna putih bersih dan berair. Rasa buah
masam hingga manis masam (Suparyanto, 2013).
f. Biji
Biji
sirsak banyak, pipih, berwarna coklat agak kehitaman. Biji keras, berujung
tumpul, permukaan halus mengkilat dengan ukuran panjang kira-kira 16,8 mm dan
lebar 9,6 mm (Suparyanto, 2013).
3.
Syarat
Tumbuh Tanaman Sirsak
Secara
agroekologi tanaman sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama di
tanah berpasir, dan lempung berpasir, berstruktur gembur dan berdrainase baik.
Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 5,5-6,7.
Ketinggian tempat yang ideal untuk budidaya tanaman ini antara 200-1000 m dpl (Muktiani,
2012).
Tanaman
sirsak agar tumbuh optimal menghendaki curah hujan 1.250-2.500 mm per tahun.
Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara 23-330C.
Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah 10-300C. Pertumbuhan
dan pembungaannya sangat terhambat oleh turunnya udara dingin, musim kering
dapat mendorong luruhnya daun dan menyelaraskan pertumbuhan memanjang dan
pembungaan dalam batas-batas tertentu (Suparyanto, 2013).
4. Peranan Hormon Auksin
terhadap Pertumbuhan Bibit Sirsak
Auksin
merupakan hormon yang pertama kali ditemukan, telah terbukti menjadi sinyal
koordinatif dasar perkembangan tumbuhan. Harjadi (2009), yang menyatakan auksin
dapat dianggap sebagai pengganti sistem saraf untuk tumbuhan, perhatikan bahwa
mereka dapat mengatur hormon lainnya, mengatur semua tahap perkembangan
tumbuhan, dan bertindak sebagai penyeimbang untuk pembangunan organ tumbuhan
dan struktur lainnya.
Pola
‘transportasi aktif Auksin melalui tumbuhan yang kompleks, dan auksin biasanya
bertindak bersama dengan (atau oposisi terhadap) hormon tumbuhan lainnya.
Sebagai contoh, rasio auksin sitokinin dalam jaringan tumbuhan tertentu
menentukan inisiasi akar dibandingkan tunas kuncup. Akibatnya, tumbuhan dapat
(secara keseluruhan) bereaksi pada kondisi eksternal dan menyesuaikan diri
dengan mereka, tanpa memerlukan sistem saraf (Salisbury dan Ross, 1992).
Anggota
paling penting dari keluarga auksin adalah asam indol-3-asetat (IAA). Ini
menghasilkan mayoritas efek auksin pada tumbuhan secara utuh, dan merupakan
auksin asli paling ampuh. Namun, molekul IAA secara kimiawi labil dalam larutan
air, sehingga IAA tidak dapat diterapkan secara komersial sebagai regulator
pertumbuhan tumbuhan.
Auksin
memainkan peran penting dalam koordinasi banyak pertumbuhan dan proses perilaku
dalam siklus hidup tumbuhan. Selain fungsi definitif peninggian pucuk dibawah
kondisi yang tepat, auksin juga mempengaruhi fototropisme (pertumbuhan batang
menuju cahaya), menghambat pemanjangan sel pada akar, dampak diferensiasi sel,
menghambat lateral yang bercabang, dan dapat mempengaruhi perkembangan bunga
dan buah (Harjadi, 2009).
Peran khusus
manusia relatif terhadap alam telah menyebabkan keinginan untuk menyelidiki
auksin dan kreatif menggunakan pengetahuan ini dalam keperluan pertanian
praktis. Salah satu penggunaan tersebut adalah dalam produksi auksin sintetis
yang dapat bertindak sebagai herbisida. Ini dapat mengganggu keseimbangan
auksin alami pada tumbuhan, menyebabkan pertumbuhan abnormal sel-sel matang dan
mencegah pembentukan sel-sel baru (Harjadi, 2009). Auksin digunakan dalam
konsentrasi tinggi juga dapat bekerja sebagai herbisida. Di sisi lain, salah
satu auksin sintetis seperti, asam 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic (2,4,5-T),
salah satu agen aktif dalam Agen Oranye, digunakan di Vietnam, memiliki
kontaminan dioksin dapat dihindari diidentifikasi sebagai berbahaya bagi
manusia.
Fungsi lain dari auksin adalah merangsang cambium untuk membentuk xylem dan
floem, memelihara elastisitas dinding sel, membentuk dinding sel primer
(dinding sel yang pertama kali dibentuk pada sel tumbuhan), menghambat
rontoknya buah dan gugurnya daun, serta mampu membantu proses partenokrapi.
Partenokrapi adalah proses pembuahan tanpa penyerbukan (Salisbury dan Ross,
1992).
Pemberian hormon auksin pada tumbuhan akan menyebabkan terjadinya
pembentukan buah tanpa biji, akar lateral (samping), dan serabut akar.
Pembentukan akar lateral dan serabut akar menyebabkan proses penyerapan air dan
mineral dapat berjalan optimum.
Pemberian auksin dengan cara disemprotkan kebagian atas tanaman terutama
daun. Sel-sel berperan penting didalam mekanisme serapan melalui daun adalah
epidermis, sel penjaga, stomata, mesofil dan sel udang pembuluh dan berperan di
dalam fotosintesa (Lakitan, 2006).
Hasil penelitian pemberian auksin terhadap bibit kelapa sawit telah
dilakukan Putra (2007) yang menyatakan bahwa pemberian auksin dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang dan luas daun. Selanjutnya
penelitian Affandi (2006) juga menunjukkan bahwa pemberian auksin dapat
meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang dapat dilihat dari peningkatan
berat basah dan berat kering bibit.
Struktur
auksin :
CH2COOH
N
H
H
|
|
A. Tempat dan
Waktu Penelitian
Penelitian
telah dilaksanakan diareal kebun Jl. Eka Suka 11, Kelurahan Gedung Johor,
Kecamatan Medan Johor-Kota Medan dengan ketinggian tempat ± 30 m di atas
permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2015.
B. Bahan dan
Alat Penelitian
Bahan
: Bibit sirsak, polibag ukuran 20 cm yang berdiameter 25-30 cm, Hormon Auksin
(Atonik), Insektisida Sevin 85-SP dan Fungisida Dithane M–45.
Alat
: Meteran,
gembor, ember, timbangan, hands prayer, schalifer, cangkul, parang, garu,
gergaji, parang babat, papan judul, papan petak dan papan perlakuan.
C. Rancangan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan
dua faktor yang diteliti, yaitu :
1. Faktor Konsentrasi
Hormon Auksin (Atonik) (A) terdiri dari 3 taraf yaitu :
A0 = 0 cc/l air
A1 = 1 cc/l air
A2 = 2 cc/l air
|
F1
= setiap 3 hari sekali
F2
= setiap 6 hari sekali
10
|
Jumlah kombinasi perlakuan 3 x 3 = 9 perlakuan
A0F1 A1F1 A2F1
A0F2 A1F2 A2F2
A0F3 A1F3 A2F3
Jumlah ulangan : 3
Jumlah plot :
27
Jarak tanam/bibit di polibag : 20 cm
x 20 cm
Jarak antar plot :
70 cm
Jarak antar ulangan :
100 cm
Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman
Jumlah sampel per plot : 3
tanaman
Menurut Sastrosupadi (2000), model
linier yang diasumsikan untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial adalah :
Yijk = μ + ρi + αj + ßk + (αß)jk + εijk
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan dari faktor A pada taraf
ke-j dan Faktor F pada taraf ke-k dalam ulangan ke-i
μ = Efek nilai tengah
|
αj = Efek dari faktor A pada taraf ke-j
ßk = Efek dari faktor F pada taraf ke-k
(αß)jk = Efek kombinasi dari faktor A pada taraf
ke-j dan faktor F pada taraf ke-k
εijk = Efek error dari faktor A pada taraf ke-j
dan faktor F pada taraf ke-k dalam ulangan ke-i
D. Pelaksanaan
Penelitian
1. Persiapan
Lahan
Lahan
di bersihkan dari gulma dan tanah diratakan dengan cangkul, kemudian dibuat
plot sebanyak 27 plot dengan ukuran per plot 50 cm x 50 cm dengan jarak antar
plot 70 cm dan jarak antar ulangan 100 cm.
2. Persiapan
Benih
Benih
tanaman yang biasanya adalah yang berasal dari pengembangbiakan secara
vegetative, baik melalui pencangkokan, okulasi, maupun penyusuan. Pilihlah bibit tanaman sirsak yang memiliki
ukuran seragam, tumbuh normal, tidak terserang hama dan penyakit, dan tentu
saja dari kualitas yang unggul. Sebulan
sebelum ditanam, sebaiknya bibit sirsak diadaptasikan terlebih dahulu di dekat
lahan tanam.
3.
Penanaman
Bibit sirsak yang diokulasi
berukuran ± 15-20 cm cm berdaun 5 dari polibag 15 cm dipindahkan
(repolibag) ke polibag 20 cm. sebelumnya polibag 20 cm di masukan media tanam
dengan perbandingan 2 : 1, kemudian di masukan ke polibag 20 cm.
Pananaman di lakukan
sedemikian rupa setelah media tanam berisi setengah bagian di polibag, bibit
yang berasal dari polibag 15 cm di koyakkan dan di tanamkan selanjutnya di
berikan/di tambah media tanam dan bibit sambung tertanam secara tegak dan baik.
4.
Pemupukan
Pemberian pupuk NPK
dilakukan dengan dosis kecil 100 gram per polibag, dengan cara menimbukan di
sekitar polibag sesuai dengan dosis perlakuan dimulai pada saat bibit
dipindahkan ke lapangan.
5.
Pemeliharaan
5.1.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari dengan dosis 10 liter air/plot. Jika hujan turun
cukup lebat atau keadaan tanah plot-plot percobaan basah atau terlalu lembab
maka penyiraman tidak dilakukan.
5.2.
Penyisipan
Dilakukan apabila terdapat tanaman
yang mati atau pertumbuhan yang abnormal dengan tanaman yang telah disediakan
pada polibek-polibek kecil dan waktunya terbatas sebelum pengamatan pertama
yaitu pada umur 2 minggu setelah tanam.
5.3.
Penyiangan
Penyiangan adalah suatu tindakan
untuk mengendalikan pertumbuhan gulma, penyiangan dilakukan 2 minggu sekali
atau tergantung pada tingkat perkembangan gulma di areal pertanaman.
5.4.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Untuk mencegah hama dan penyakit yang menyerang
tanaman, harus membersihkan tanaman dari gulma dan memangkas tunas-tunas liar
atau tunas air yang muncul serta menyemprotkan insektisida. Namun, penyemprotan itu tidak boleh dilakukan
jika buah sudah hampir matang, karena dapat meninggalkan residu yang berbahaya
bagi kesehatan manusia.
E. Parameter
Pengamatan
1.
Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari
ujung okulasi 10 cm hingga ujung daun tertinggi pada 3 (tiga) tanaman sampel
saat tanaman berumur 2 (dua) minggu dari pindah tanam (repolibag), pengukuran
dilakukan setiap 2 minggu sampai umur tanaman 16 minggu setelah tanam.
2.
Diameter Batang (mm)
Batang diukur dengan menggunakan scalifer, arah utara –
selatan dan timur – barat pada cicin sambung pada 3 tanaman sampel yaitu pada
saat umur tanaman 2 minggu dari pindah tanam, pengukuran dilakukan setiap 2
minggu sampai tanaman berumur 16 minggu setelah tanam.
3.
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung
adalah tangkai pada daun yang telah terbuka sempurna pada 3 tanaman sampel dan
dihitung saat tanaman berumur 2 minggu dari pindah tanam, penghitungan
dilakukan setiap 2 minggu sampai tanaman berumur 16 minggu setelah tanam.
4. Luas Daun (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan pada saat tanaman berumur 2
minggu dengan interval waktu 2
minggu
sekali. Perhitungan luas daun diperoleh dengan mengukur panjang dan lebar daun
dengan menggunakan rol. Panjang daun diukur mulai dari pangkal hingga bagian
tengah (bagian daun yang
terlebar) kemudian
dikalikan dengan konstanta.
|
Affandi, A. 2006. Pengaruh
Konsentrasi Atonik dan Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di
Pembibitan Utama. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera
Utara, Medan. Hal 28.
Anonimus. 2001. Brosur Atonik.
CV. Taruna Technikal Suplier. Jakarta. Hal 1.
Evrizal, A.M.
2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker. Yunita Indah Cet-1. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Harjadi, S.S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Pengenalan dan
Petunjuk Penggunaan pada Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lakitan, B. 2006. Fisiologi Tumbuhan dan
Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. Hal 75.
Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
Muktiani. 2012. Taksonomi dan Syarat Tumbuh Sirsak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Paramartha, A.
I., D. Ermavitalini dan S. Nurfadilah. 2012. Pengaruh Penambahan Kombinasi
Konsentrasi ZPT NAA dan BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium Taurulinum J.J Smith Secara
In Vitro. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 1, No. 1. http://ejurnal.its.ac.id (akses 7 Oktober 2014)
Putra, O. L. 2007. Pengaruh Bahan Organik dan Konsentrasi Atonik terhadap
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Hal 32.
Rahmayati. 2012.
Pengaruh Jarak Tanam dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). skripsi, Fakultas Pertanian UNIVA, Medan.
Reksa, A. 2009.
Perubahan Pola Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Pemberian ZPT Auksin pada Media
Campuran Pasir dengan Blotong Tebu di Pre Nursery. Skripsi Fakultas Pertanian
USU, Medan. http://repository.usu.ac.id (akses
8 November 2014).
|
|
Salisburry, F. B. And C. W. Ross. 1992.
Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung.
Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan
Percobaan Praktis untuk Bidang Pertanian. Kanisius, Yogyakarta. Hal : 115
Suprapto, A.
2004. Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Stek Tanaman. Vol 21, No. 1
Februari-Maret 2004 (Tahun ke 11):81-90. http://download.portalgaruda.org. (akses 7 Oktober 2014).
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh. PAU-IPB, Bogor. Hal 75.
Zamriyeti. 2007. Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) pada Beberapa Dosis
Pupuk NPK dan Beberapa Waktu Pemberian. Jurnal Kopertis Wil. I. Vol. 5, No. 1
April 2007. Medan.
|
III II I
A2F3
|
A1F3
|
A1F1
|
A2F1
|
A2F2
|
A0F2
|
A0F1
|
A1F2
|
A2F1
|
A1F2
|
A0F1
|
A1F3
|
A2F2
|
A0F2
|
A0F3
|
A1F1
|
A1F3
|
A2F3
|
A2F2
|
A0F2
|
A1F1
|
A1F2
|
A2F1
|
A0F1
|
A0F3
|
A2F3
|
A0F3
|
U
|
S
|
|
|
(X) X
(X)
(X)
|
U
50
cm
S
S
Keterangan :
(X) = Tanaman Sampel
X = Bukan Tanaman
Sampel
Jarak tanam = 20
cm x 20 cm
Ukuran plot = 50
cm x 50 cm
|
TABEL
PENGAMATAN
Parameter :
Tanggal/ Minggu :
Ulangan :
Perlakuan
|
Tanaman Sampel
|
Total
|
Rataan
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
A0F1
A0F2
A0F3
A1F1
A1F2
A1F3
A2F1
A2F2
A2F3
A3F1
A3F2
A3F3
|
|
|
|
|
|
Post a Comment