Generasi Rimba Alam Semesta ( GRAS ) Generasi Rimba Alam Semesta ( GRAS ) Author
Title: Sirsak
Author: Generasi Rimba Alam Semesta ( GRAS )
Rating 5 of 5 Des:
I.   PENDAHULUAN A.     Latar Belakang   Tanaman sirsak memiliki nama spesies Annona muricata Linn, merupakan salah satu tanaman dari...
I.   PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
 Tanaman sirsak memiliki nama spesies Annona muricata Linn, merupakan salah satu tanaman dari kelas Dicotyledonae, keluarga Annonaceae, dan genus Annona. Nama sirsak sendiri berasal dari bahasa Belanda (Zuurzak) yang berarti kantong asam. Tanaman buah tropis ini didatangkan ke Nusantara oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada abad ke-19, Zuurzak bukan asli tanaman asli Eropa (Muktiani, 2012).
Sirsak merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuhdan berbuah sepanjang tahun jika kondisi air tanah terpenuhi selama pertumbuhannya. Tanaman ini berasal dari daerah tropis di benua Amerika, yaitu hutan Amazon (Amerika Selatan), Karibia, dan Amerika Tengah. Di tempat asalnya, sirsak merupakan buah penting dan bergengsi.
Sirsak merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan vitamin B dan C cukup tinggi, mempunyai rasa manis-asam dan menyegarkan, sehingga digemari masyarakat sebagai buah segar maupun olahan. Sebagai tanaman pekarangan komoditas ini masih terbuka cukup lebar untuk dikembangkan. Salah satu faktor yang menjadi kendala dalam pengembangansirsak ini adalah terbatasnya informasi dan penerapan teknologi budidaya termasuk pemeliharaan tanaman (penyulaman, pengairan, pemupukan, pemangkasan dan sanitasi kebun) yang tepat, sehingga tidak mengherankan apabila produksi dan kualitas buah yang dihasilkan masih rendah dan belum sesuai dengan yang diharapkan (Suparyanto, 2013).
1
Keunggulan buah sirsak adalah termasuk buah yang kaya akan kandungan gizi. Hal ini dapat dilihat dalam kandungan gizi dan serat pangan buah sirsak setiap 100 gram : energi 59 Kcal, protein 1 g, lemak 0.2 g, karbohidrat 15.1 g, serat kasar 0.6 g, abu 0.5 g, kalsium 14 mg, fosfor 21 mg, besi 0.5 mg, natrium 8, kalium 293 mg, thiamin 0.08 mg, riboflavin 0.10 mg, niacin 1.3 mg, vitamin C 24 mg, air 83.2 mg, bagian yang dapat dimakan 73% (Evrizal, 2011).
Produksi sirsak di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan buah lain, seperti jeruk, mangga, durian, pisang dan manggis. Hingga saat ini penyebab utamanya adalah belum banyak petani yang tertarik untuk membudidayakan pohon sirsak. Untuk mencapai produksi yang tinggi di perlukan pembibitan. Pembibitan sirsak merupakan tindakan kultur teknis yang paling awal di lakukan dalam usaha pengembangan budidaya perkebunan. Adapun tujuan utama dari pembibitan untuk mempersiapkan bibit yang sehat dan jagur pertumbuhannya (Nabila, 2014).
Pada umumnya hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, dengan mempengaruhi : pembelahan sel, perpanjangan sel dan differensiasi sel. Beberapa hormon juga mempengaruhi respon fisiologis berjangka pendek dari tumbuhan terhadap stimulus lingkungan.  Setiap hormon mempunyai efek ganda, ketergantungan pada tempat kegiatannya, konsentrasinya, dan stadia perkembangan tumbuhannya (Harjadi, 2009).
Fungsi hormon auksin yaitu : (1) zat yang aktif pada proses pembentukan akar, (2) senyawa yang membantu proses pembiakan vegetatif, (3) mempengaruhi proses perpanjangan sel, (4) mempercepat pemasakan buah, (5) merangsang pertumbuhan pada stekan atau cangkokan, (6) merangsang pembungaan secara seragam, (7) mengatur pembuahan mencegah gugur buah (Anonimus, 2001).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Pemberian Hormon Auksin Terhadap Pertumbuhan Bibit Tanaman Sirsak (Annona muricata)”.
B.     Tujuan Penelitian
1.      Mendapatkan konsentrasi hormon auksin yang tepat terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
2.      Mendapatkan frekwensi pemberian hormon auksin yang tepat terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
3.      Mendapatkan kombinasi yang tepat antara konsentrasi dan frekwensi pemberian hormon auksin yang tepat terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
C. Hipotesis Penelitian
1.       Diduga adanya pengaruh yang nyata akibat pemberian konsentrasi hormon auksin terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
2.       Diduga adanya pengaruh yang nyata akibat frekwensi pemberian hormon auksin terhadap pertumbuhan bibit sirsak.
3.       Diduga adanya interaksi antara penggunaan konsentrasi dan frekwensi hormon auksin terhadap pertumbuhan bibit sirsak.

D. Kegunaan Penelitian
1.      Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara Medan.
2.      Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan dalam pembudidayaan tanaman sirsak.

II.   TINJAUAN PUSTAKA


1.      Klasifikasi Tanaman Sirsak
Sirsak merupakan tumbuhan tropis yang kaya akan manfaatnya. Mulai dari buah, bunga, daun, batang, isi, bahkan akarnya pun bisa dijadikan sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit. Tanaman sirsak diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Sub-Kingdom  : Trachebionta (tumbuhan berpembuluh)
Super-Divisio  : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio             : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas               : Magnoliopsida(berkeping dua/dikotil)
Sub-Kelas        : Magnoliidae
Ordo                : Magnoliales
Famili              : Annonaceae
Genus              : Annona
Spesies             : Annona muraca (Muktiani, 2012)

2.      Morfologi Tanaman Sirsak
a.       Akar
Tanaman ini mempunyai akar tunggang dan akar samping yang kuat serta agak dalam. Jumlah akar samping sedikit, tetapi cukup keras dan panjang. Perakaran yang panjang ini memudahkan dalam mengambil sumber air yang dalam (Suparyanto, 2013).

4
 


b.      Batang
Menurut Suparyanto (2013) tanaman sirsak berkayu keras dan bercabang sedikit. Arah cabangnya tidak menentu arahnya. Batang pada umumnya berukuran kecil namun tidak mudah patah. Ketinggian batang bisa mencapai 8-10 meter, dengan diameter batang 10-30 cm.
c.       Daun
Daun sirsak berbentuk bulat telur terbalik dengan ujung runcing, lebar, agak tebal dengan bau spesifik langu. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau kekuningan. Tepi daun rata dan permukaan daun mengkilap. Daun bersifat kaku dengan tulang daun menyirip (Suparyanto, 2013).
d.      Bunga
Bunga sirsak termasuk besar, bermahkota tebal, dan berwarna hijau. Bunga tersusun dari berlapis-lapis mahkota, tiga helai lapian dalam dan tiga helai lapisan luar. Bunga keluar pada tunas yang pendek di sepanjang cabang atau ranting. Umumnya, berbunga sempurna, tetapi sering ditemukan bunga betina saja. Sifatnya menyerbuk silang dengan perantara serangga pencari madu (Muktiani, 2012).  
e.       Buah
Buahnya berukuran besar. Umumnya berbentuk lonjong sering bengkok (melengkung). Buah berduri penuh. Kulit buah berwarna hijau hingga kekuningan. Duri buah agak lunak dan tidak tajam. Bila telah matang, buah menjadi lunak, mudah dibelah dengan tangan dan dagung buah tampak berlapis-lapis. Letak daging buah sejajar, tegak lurus pada poros buah yang berwarna putih bersih dan berair. Rasa buah masam hingga manis masam (Suparyanto, 2013).
f.       Biji
Biji sirsak banyak, pipih, berwarna coklat agak kehitaman. Biji keras, berujung tumpul, permukaan halus mengkilat dengan ukuran panjang kira-kira 16,8 mm dan lebar 9,6 mm (Suparyanto, 2013).

3.      Syarat Tumbuh Tanaman Sirsak
Secara agroekologi tanaman sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama di tanah berpasir, dan lempung berpasir, berstruktur gembur dan berdrainase baik. Derajat keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sekitar 5,5-6,7. Ketinggian tempat yang ideal untuk budidaya tanaman ini antara 200-1000 m dpl (Muktiani, 2012).
Tanaman sirsak agar tumbuh optimal menghendaki curah hujan 1.250-2.500 mm per tahun. Suhu udara terbaik untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah antara 23-330C. Toleran suhu udara untuk tetap tumbuh adalah 10-300C. Pertumbuhan dan pembungaannya sangat terhambat oleh turunnya udara dingin, musim kering dapat mendorong luruhnya daun dan menyelaraskan pertumbuhan memanjang dan pembungaan dalam batas-batas tertentu (Suparyanto, 2013).




4.  Peranan Hormon Auksin terhadap Pertumbuhan Bibit Sirsak
Auksin merupakan hormon yang pertama kali ditemukan, telah terbukti menjadi sinyal koordinatif dasar perkembangan tumbuhan. Harjadi (2009), yang menyatakan auksin dapat dianggap sebagai pengganti sistem saraf untuk tumbuhan, perhatikan bahwa mereka dapat mengatur hormon lainnya, mengatur semua tahap perkembangan tumbuhan, dan bertindak sebagai penyeimbang untuk pembangunan organ tumbuhan dan struktur lainnya.
Pola ‘transportasi aktif Auksin melalui tumbuhan yang kompleks, dan auksin biasanya bertindak bersama dengan (atau oposisi terhadap) hormon tumbuhan lainnya. Sebagai contoh, rasio auksin sitokinin dalam jaringan tumbuhan tertentu menentukan inisiasi akar dibandingkan tunas kuncup. Akibatnya, tumbuhan dapat (secara keseluruhan) bereaksi pada kondisi eksternal dan menyesuaikan diri dengan mereka, tanpa memerlukan sistem saraf (Salisbury dan Ross, 1992).
Anggota paling penting dari keluarga auksin adalah asam indol-3-asetat (IAA). Ini menghasilkan mayoritas efek auksin pada tumbuhan secara utuh, dan merupakan auksin asli paling ampuh. Namun, molekul IAA secara kimiawi labil dalam larutan air, sehingga IAA tidak dapat diterapkan secara komersial sebagai regulator pertumbuhan tumbuhan.
Auksin memainkan peran penting dalam koordinasi banyak pertumbuhan dan proses perilaku dalam siklus hidup tumbuhan. Selain fungsi definitif peninggian pucuk dibawah kondisi yang tepat, auksin juga mempengaruhi fototropisme (pertumbuhan batang menuju cahaya), menghambat pemanjangan sel pada akar, dampak diferensiasi sel, menghambat lateral yang bercabang, dan dapat mempengaruhi perkembangan bunga dan buah (Harjadi, 2009).
Peran khusus manusia relatif terhadap alam telah menyebabkan keinginan untuk menyelidiki auksin dan kreatif menggunakan pengetahuan ini dalam keperluan pertanian praktis. Salah satu penggunaan tersebut adalah dalam produksi auksin sintetis yang dapat bertindak sebagai herbisida. Ini dapat mengganggu keseimbangan auksin alami pada tumbuhan, menyebabkan pertumbuhan abnormal sel-sel matang dan mencegah pembentukan sel-sel baru (Harjadi, 2009). Auksin digunakan dalam konsentrasi tinggi juga dapat bekerja sebagai herbisida. Di sisi lain, salah satu auksin sintetis seperti, asam 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic (2,4,5-T), salah satu agen aktif dalam Agen Oranye, digunakan di Vietnam, memiliki kontaminan dioksin dapat dihindari diidentifikasi sebagai berbahaya bagi manusia.
Fungsi lain dari auksin adalah merangsang cambium untuk membentuk xylem dan floem, memelihara elastisitas dinding sel, membentuk dinding sel primer (dinding sel yang pertama kali dibentuk pada sel tumbuhan), menghambat rontoknya buah dan gugurnya daun, serta mampu membantu proses partenokrapi. Partenokrapi adalah proses pembuahan tanpa penyerbukan (Salisbury dan Ross, 1992).
Pemberian hormon auksin pada tumbuhan akan menyebabkan terjadinya pembentukan buah tanpa biji, akar lateral (samping), dan serabut akar. Pembentukan akar lateral dan serabut akar menyebabkan proses penyerapan air dan mineral dapat berjalan optimum.

Pemberian auksin dengan cara disemprotkan kebagian atas tanaman terutama daun. Sel-sel berperan penting didalam mekanisme serapan melalui daun adalah epidermis, sel penjaga, stomata, mesofil dan sel udang pembuluh dan berperan di dalam fotosintesa (Lakitan, 2006).
Hasil penelitian pemberian auksin terhadap bibit kelapa sawit telah dilakukan Putra (2007) yang menyatakan bahwa pemberian auksin dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman, diameter batang dan luas daun. Selanjutnya penelitian Affandi (2006) juga menunjukkan bahwa pemberian auksin dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang dapat dilihat dari peningkatan berat basah dan berat kering bibit.
Struktur auksin :
 


                                            CH2COOH
N
H
H
                              
              











III.   BAHAN DAN METODE

A.      Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan diareal kebun Jl. Eka Suka 11, Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor-Kota Medan dengan ketinggian tempat ± 30 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2015.

B.       Bahan dan Alat Penelitian
Bahan     : Bibit sirsak, polibag ukuran 20 cm yang berdiameter 25-30 cm, Hormon Auksin (Atonik), Insektisida Sevin 85-SP dan Fungisida Dithane M–45.
Alat        : Meteran, gembor, ember, timbangan, hands prayer, schalifer, cangkul, parang, garu, gergaji, parang babat, papan judul, papan petak dan papan perlakuan.
C.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor yang diteliti, yaitu :
1. Faktor Konsentrasi Hormon Auksin (Atonik) (A) terdiri dari 3 taraf yaitu :
A0 = 0 cc/l air     
A1 = 1 cc/l air
A2 = 2 cc/l air

2. Faktor Frekuensi Pemberian Hormon Auksin (Atonik) (F) terdiri dari 3 taraf yaitu :
F1 = setiap 3 hari sekali
F2 = setiap 6 hari sekali
10
F3 = setiap 9 hari sekali 
Jumlah kombinasi perlakuan 3 x 3 = 9 perlakuan
A0F1                A1F1                A2F1
A0F2                A1F2                A2F2
A0F3                A1F3                A2F3

Jumlah ulangan                                                           : 3
Jumlah plot                                                                  : 27
Jarak tanam/bibit di polibag                                        : 20 cm x 20 cm
Jarak antar plot                                                            : 70 cm
Jarak antar ulangan                                                     : 100 cm
Jumlah tanaman per plot                                             : 4 tanaman
Jumlah sampel per plot                                                : 3 tanaman
            Menurut Sastrosupadi (2000), model linier yang diasumsikan untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial adalah :
            Yijk = μ  + ρi + αj + ßk + (αß)jk + εijk
Dimana :

Yijk     =  Hasil pengamatan dari faktor A pada taraf ke-j dan Faktor F pada taraf ke-k dalam ulangan ke-i
μ          =  Efek nilai tengah

ρi         = Efek dari blok pada taraf ke-i
αj         = Efek dari faktor A pada taraf ke-j
ßk        = Efek dari faktor F pada taraf ke-k
(αß)jk   = Efek kombinasi dari faktor A pada taraf ke-j dan faktor F pada taraf ke-k
εijk      = Efek error dari faktor A pada taraf ke-j dan faktor F pada taraf ke-k dalam ulangan ke-i

D.    Pelaksanaan Penelitian
1.      Persiapan Lahan
Lahan di bersihkan dari gulma dan tanah diratakan dengan cangkul, kemudian dibuat plot sebanyak 27 plot dengan ukuran per plot 50 cm x 50 cm dengan jarak antar plot 70 cm dan jarak antar ulangan 100 cm.
2.      Persiapan Benih
Benih tanaman yang biasanya adalah yang berasal dari pengembangbiakan secara vegetative, baik melalui pencangkokan, okulasi, maupun penyusuan.  Pilihlah bibit tanaman sirsak yang memiliki ukuran seragam, tumbuh normal, tidak terserang hama dan penyakit, dan tentu saja dari kualitas yang unggul.  Sebulan sebelum ditanam, sebaiknya bibit sirsak diadaptasikan terlebih dahulu di dekat lahan tanam. 
3.        Penanaman
Bibit sirsak yang diokulasi berukuran ± 15-20 cm cm berdaun 5 dari polibag 15 cm dipindahkan (repolibag) ke polibag 20 cm. sebelumnya polibag 20 cm di masukan media tanam dengan perbandingan 2 : 1, kemudian di masukan ke polibag 20 cm.
Pananaman di lakukan sedemikian rupa setelah media tanam berisi setengah bagian di polibag, bibit yang berasal dari polibag 15 cm di koyakkan dan di tanamkan selanjutnya di berikan/di tambah media tanam dan bibit sambung tertanam secara tegak dan baik.
4.        Pemupukan
Pemberian pupuk NPK dilakukan dengan dosis kecil 100 gram per polibag, dengan cara menimbukan di sekitar polibag sesuai dengan dosis perlakuan dimulai pada saat bibit dipindahkan ke lapangan.
5.        Pemeliharaan
5.1. Penyiraman
            Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari dengan dosis 10 liter air/plot. Jika hujan turun cukup lebat atau keadaan tanah plot-plot percobaan basah atau terlalu lembab maka penyiraman tidak dilakukan.
5.2. Penyisipan
            Dilakukan apabila terdapat tanaman yang mati atau pertumbuhan yang abnormal dengan tanaman yang telah disediakan pada polibek-polibek kecil dan waktunya terbatas sebelum pengamatan pertama yaitu pada umur 2 minggu setelah tanam.
5.3. Penyiangan
            Penyiangan adalah suatu tindakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma, penyiangan dilakukan 2 minggu sekali atau tergantung pada tingkat perkembangan gulma di areal pertanaman.



5.4.  Pengendalian Hama dan Penyakit
Untuk mencegah hama dan penyakit yang menyerang tanaman, harus membersihkan tanaman dari gulma dan memangkas tunas-tunas liar atau tunas air yang muncul serta menyemprotkan insektisida.  Namun, penyemprotan itu tidak boleh dilakukan jika buah sudah hampir matang, karena dapat meninggalkan residu yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

E.     Parameter Pengamatan
1.      Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari ujung okulasi 10 cm hingga ujung daun tertinggi pada 3 (tiga) tanaman sampel saat tanaman berumur 2 (dua) minggu dari pindah tanam (repolibag), pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sampai umur tanaman 16 minggu setelah tanam.
2.      Diameter Batang (mm)
Batang diukur  dengan menggunakan scalifer, arah utara – selatan dan timur – barat pada cicin sambung pada 3 tanaman sampel yaitu pada saat umur tanaman 2 minggu dari pindah tanam, pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sampai tanaman berumur 16 minggu setelah tanam.
3.      Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah tangkai pada daun yang telah terbuka sempurna pada 3 tanaman sampel dan dihitung saat tanaman berumur 2 minggu dari pindah tanam, penghitungan dilakukan setiap 2 minggu sampai tanaman berumur 16 minggu setelah tanam.
4.  Luas Daun (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu dengan interval waktu 2 minggu sekali. Perhitungan luas daun diperoleh dengan mengukur panjang dan lebar daun dengan menggunakan rol. Panjang daun diukur mulai dari pangkal  hingga bagian  tengah  (bagian  daun yang  terlebar) kemudian dikalikan dengan konstanta.













DAFTAR PUSTAKA
Affandi, A. 2006. Pengaruh Konsentrasi Atonik dan Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Hal 28. 

Anonimus. 2001. Brosur Atonik. CV. Taruna Technikal Suplier. Jakarta. Hal 1.

Evrizal, A.M. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker. Yunita Indah Cet-1. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Harjadi, S.S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Pengenalan dan Petunjuk Penggunaan pada Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lakitan, B. 2006. Fisiologi Tumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. Hal 75.

Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Muktiani. 2012. Taksonomi dan Syarat Tumbuh Sirsak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nabila, A. 2014. Kedahsyatan Sirsak. http://blogspot.com (diakses tanggal 20 Mei 2015).

Paramartha, A. I., D. Ermavitalini dan S. Nurfadilah. 2012. Pengaruh Penambahan Kombinasi Konsentrasi ZPT NAA dan BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium Taurulinum J.J Smith Secara In Vitro. Jurnal Sains dan Seni ITS. Vol. 1, No. 1. http://ejurnal.its.ac.id (akses 7 Oktober 2014)

Putra, O. L. 2007. Pengaruh Bahan Organik dan Konsentrasi Atonik terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Utama. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Hal 32.

Rahmayati. 2012. Pengaruh Jarak Tanam dan Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). skripsi, Fakultas Pertanian UNIVA, Medan.

Reksa, A. 2009. Perubahan Pola Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Pemberian ZPT Auksin pada Media Campuran Pasir dengan Blotong Tebu di Pre Nursery. Skripsi Fakultas Pertanian USU, Medan. http://repository.usu.ac.id (akses 8 November 2014).





Riyadi, I. 2014. Media Tumbuh : Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dan Bahan-bahan Lain. Materi disampaikan pada Pelatihan Kultur Jaringan Tanaman Perkebunan BPBPI Bogor 19 – 23 Mei 2014.

Salisburry, F. B. And C. W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis untuk Bidang Pertanian. Kanisius, Yogyakarta. Hal : 115

Suparyanto, T. 2013. Sirsak dan Manfaatnya. http://blogspot.com (diakses tanggal 20 Mei 2015).

Suprapto, A. 2004. Zat Pengatur Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu Stek Tanaman. Vol 21, No. 1 Februari-Maret 2004 (Tahun ke 11):81-90. http://download.portalgaruda.org. (akses 7 Oktober 2014).

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh. PAU-IPB, Bogor. Hal 75.

Zamriyeti. 2007. Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) pada Beberapa Dosis Pupuk NPK dan Beberapa Waktu Pemberian. Jurnal Kopertis Wil. I. Vol. 5, No. 1 April 2007. Medan.















Lampiran 1. Bagan Areal Penelitian

            III                                II                                 I
A2F3
A1F3
A1F1

A2F1
A2F2
A0F2
A0F1
A1F2
A2F1
A1F2
A0F1
A1F3
A2F2
A0F2
A0F3
A1F1
A1F3
A2F3
A2F2
A0F2
A1F1
A1F2
A2F1
A0F1
A0F3
A2F3
A0F3
 


U
S
 






















Lampiran 2. Bagan Letak Tanaman Sampel

               
      (X)                                              X     








           (X)                                              (X)   
 


                                                                                                                                    

       U




                                                                                           50 cm
                                                                                                                         
                                                                                                                    
                  S
                                                                                                                       
       S


                                            50 cm


Keterangan :

(X) = Tanaman Sampel
X   = Bukan Tanaman Sampel
Jarak tanam     = 20 cm x 20 cm
Ukuran plot     = 50 cm x 50 cm




                                                                                                                                        








Lampiran 3. Tabel Parameter Pengamatan


TABEL PENGAMATAN

Parameter                   :

Tanggal/ Minggu        :

Ulangan                      :


Perlakuan
Tanaman Sampel
Total
Rataan
1
2
3
A0F1
A0F2
A0F3
A1F1
A1F2
A1F3
A2F1
A2F2
A2F3
A3F1
A3F2
A3F3








About Author

Advertisement

Post a Comment

 
Top