BAB
5
SAR
GUNUNG HUTAN
5.1 SEARCH
AND RESCUE (SAR)
5.1.1 DEFINISI
Search And Rescue (SAR) diartikan
sebagai usaha dan kegiatan kemanusiaan untuk mencari dan memberikan
pertolongan kepada manusia dengan kegiatan yang meliputi :
- Mencari, Menolong dan Menyelamatkan jiwa manusia yang
hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam
bencana/musibah.
- Mencari kapal laut atau pesawat terbang yang mengalami
kecelakaan.
- Evakuasi pemindahan korban musibah pelayaran,
penerbangan, bencana alam atau bencana lainnya dengan sasaran utama
penyelamatan jiwa manusia.
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia
yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan adanya penyebutan “Black
Area” bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR.
Dengan berbekal kemerdekaan, maka
tahun 1950 Indonesia masuk menjadi anggota organisasi penerbangan internasional
ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak saat itu
Indonesia diharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang
terjadi di Indonesia. Sebagai konsekwensi logis atas masuknya Indonesia menjadi
anggota ICAO tersebut, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5
tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR.
Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR,
menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materiil.
Sebagai negara yang merdeka, tahun
1959 Indonesia menjadi anggota International Maritime Organization
(IMO). Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas
dan tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara yang besar
dan dengan semangat gotong royong yang tinggi, bangsa Indonesia ingin
mewujudkan harapan dunia international yaitu mampu menangani musibah
penerbangan dan pelayaran.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut
diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu diadakan suatu organisasi SAR
Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando.
Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR
Lokal Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan
Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di
Indonesia yang dibentuk kemudian.
5.1.2 FILOSOFI SAR
Berikut ini penjabaran mengenai
filosofi-filosofi SAR, diantaranya :
- Locate,
artinya memberikan gambaran yang konkrit posisi/lokasi subyek yang
mengalami musibah itu berada. Lokasi biasanya ditunjukkan dengan garis
lintang dan garis bujur.
- Access,
artinya sumber-sumber dari mana saja dan dengan cara apa bantuan
pertolongan ini sampai menuju lokasi tempat terjadinya musibah.
- Reach,
dalam artian melakukan usaha untuk mencari korban terlebih dahulu,
memberikan pertolongan pada korban dan menyelamatkan jiwa manusia yang
hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam
bencana/musibah.
- Stabilize,
artinya penanganan/perawatan korban dengan berbagai macam kasus di lokasi
kejadianitu dilakukan oleh unit-unit penolong (Rescue Unit) sebelum
bantuan medis tiba untuk memberikan perawatan lebih lanjut.
- Transportation/Evacuation, artinya proses pemindahan korban dari lokasi ke
tempat yang lebih aman untuk diberikan pertolongan pertama ke tempat
fasilitas medik terdekat.
- Knowledge,
artinya diperlukan juga pengetahuan dalam hal ini tidak hanya dipelajari
tetapi dibutuhkan beberapa pemahaman dan kemampuan yang diantaranya,
- Pengetahuan tentang data peristiwa, keadaan korban,
keadaan medan, dsb
- Keterampilan mendaki gunung, panjat tebing, hidup di
alam bebas, mencari jejak, peta kompas, akses tali.
- Pengetahuan P3K, dan gawat darurat.
5.2
MANAJEMEN SAR
Dari Batasan pengertian, hakekat dan
filosofi SAR diatas, jelas bahwa kegiatan SAR yang utama adalah dalam
pelaksanaan operasi SAR tersebut. Namun dalam kegiatannya, pelaksanaan operasi
hanya akan bisa berjalan dengan efektif dan efisien apabila didukung oleh
pembinaan SAR yang baik.
Pembinaan SAR yang dimaksud adalah
kegiatan atau tindakan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan,
pembangunan / pengembangan, koordinasi, pengerahan, penggunaan, dan
pengendalian terhadap unsur / sarana SAR agar tercapai tingkat kemampuan dan
kesiapan operasional yang dipersyaratkan.
Sifat-sifat dalam operasi SAR,
diantaranya :
I.
Kemanusiaan
II. Netral,
III. Cepat, Cermat dan
Cekatan
IV. Tepat dan Aman
V. Koordinatif
VI. Borderless
Kemampuan dasar SAR, sesuai dengan
kata SAR yang berarti Search (pencarian) dan Rescue (pertolongan /
penyelamatan), maka dalam kegiatan operasional SAR dibutuhkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan teknis SAR serta beberapa ilmu disiplin ilmu sebagai penunjang
/ pendukung. Ilmu pengetahuan dan keterampilan serta disiplin ilmu yang
dimaksud adalah :
- Pengetahuan Dasar SAR yang meliputi organisasi SAR,
organisasi Operasi SAR, filosofi SAR dan sebagainya.
- Unsur Pencarian (Search), dalam hal teknik pencarian di
darat, laut dan udara.
- Unsur Pertolongan / Penyelamatan (Rescue), dalam hal
Medical First Response dan evakuasi.
- Unsur Pendukung / penunjang , dalam hal Navigasi,
Mountaineering, Survival, Komunikasi Lapangan, Helly Rescue dan Manajemen
Perjalanan.
5.2.1 SISTEM
SAR
Sistem SAR di Indonesia diadopsi
dari ketentuan yang berlaku bagi seluruh negara yang menjadi anggota IMO
(International Maritime Organization) dan ICAO (International Civil
Aeronautical Organization). Diagram di bawah ini menggambarkan Sistem SAR yang
menjadi acuan kerja Basarnas.
5.2.2 KOMPONEN
SAR
Dalam penyelenggaraan operasi SAR,
ada 5 komponen SAR yang merupakan bagian dari sistem SAR yang harus dibangun
kemampuannya, agar pelayanan jasa SAR dapat dilakukan dengan baik.
Komponen-komponen tersebut antara lain:
- ORGANISASI (SAR Organization), merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek
pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan,
lingkup penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah.
- KOMUNIKASI (Communication), sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya
musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama
operasi SAR.
- FASILITAS (SAR Facilities), adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta
fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi/misi SAR.
- PERTOLONGAN DARURAT (Emergency Cares), adalah penyediaan peralatan atau fasilitas perawatan
darurat yang bersifat sementara ditempat kejadian, sampai ketempat
penampungan atau tersedianya fasilitas yang memadai.
- DOKUMENTASI (Documentation), berupa pendataan laporan, analisa serta data
kemampuan operasi SAR guna kepentingan misi SAR yang akan datang.
5.2.3 TINGKAT
KEADAAN DARURAT
I.
UNCERTAINTY PHASE (INCERFA)
Adalah suatu keadaan darurat yang
ditunjukkan dengan adanya keraguan mengenai keselamatan jiwa seorang karena
diketahui kemungkinan mereka dalam menghadapi kesulitan.
II.
ALERT PHASE (ALERFA)
Adalah suatu keadaan darurat yang
ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang
karena adanya informasi yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang
serius yang mengarah pada kesengsaraan (distress).
III.
DISTRESS PHASE (DETRESFA)
Adalah suatu keadaan darurat yang
ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh seseorang yang
tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat
bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR informasi musibah bias ditunjukkan
tingkat keadaan darurat dan dapat langsung pada tingkat Detresfa yang banyak
terjadi.
5.3 TAHAPAN
PENYELENGGARAAN OPERASI SAR
I. TAHAP
MENYADARI ( AWARENESS STAGE )
Adalah kekhawatiran bahwa suatu
keadaan darurat diduga akan muncul ( saat disadarinya terjadi keadaan darurat /
musibah ).
II.
TAHAP TINDAK AWAL ( INITIAL ACTION STAGE )
Adalah tahap seleksi informasi yang
diterima, untuk segera dianalisa dan ditetapkan. Berdasarkan informasi
tersebut, maka keadaan darurat saat itu disebut juga sebagai Tahap Kesiagaan.
III.
TAHAP PERENCANAAN ( PLANNING STAGE )
Yaitu saat dilakukan suatu tindakan
sebagai tanggapan (respon) terhadap keadaan sebelumnya, antara lain:
- Search Planning Event (tahap perencanaan pencarian)
- Search Planning Sequence (urutan perencanaan pencarian)
- Degree of Searching Planning (tingkatan perencanaan
pencarian).
- Search Planning Computating (perhitungan perencanaan
pencarian)
IV.
TAHAP OPERASI ( OPERATION STAGE )
Operasi SAR adalah suatu tindakan
pada kejadian khusus yang diperlukan adanya suatu kerjasama, koordinasi dan
penjabarannya menjadi suatu bentuk kegiatan operasi yang serasi, efektif, dan
berdaya guna. Sehingga dalam suatu kejadian SAR diperlukan personil yang
mempunyai kriteria-kriteria tertentu yang mengutamakan kemanusiaan diatas
segala-galanya, walaupun tidak mengabaiakan faktor keselamatan personil
bersangkutan. Keberhasilan suatu operasi khususnya operasi SAR tergantung
antara lain pada penerapan prosedur-prosedur yang berlaku dan dukungan oleh
organisasi yang baik dan efektif.
Dari rencana operasi ini kemudian
akan disusun formulir briefing. Detection Mode / Tracking Mode and Evacuation
Mode, yaitu seperti dilakukan operasi pencarian dan pertolongan serta
penyelamatan korban secara fisik. Tahap operasi meliputi:
- Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian.
- Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda-tanda yang
ditemui yang diperkirakan ditinggalkan survivor ( Detection Mode ).
- Mengikuti jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkan
survivor ( Tracking Mode ).
- Menolong/ menyelamatkan dan mengevakuasi korban
(Evacuation Mode), dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada
korban yang membutuhkannya dan membaw korban yang cedera kepada perawatan
yang memuaskan (evakuasi).
- Mengadakan briefing kepada SRU.
- Mengirim/ memberangkatkan fasilitas SAR.
- Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian.
- Melakukan penggantian/ penjadwalan SRU di lokasi
kejadian.
V. TAHAP
PENGAKHIRAN MISI ( MISSION CONCLUSION STAGE
)
Merupakan tahap akhir operasi SAR,
meliputi penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim
SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi,
evaluasi hasil kegiatan, mengadaan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan
jenazah korban / survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU pada
instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat. Sar pada hakekatnya
adalah kegiatan kemanusiaan yang dijiwai falsafah pancasila dan merupakan
kewajiban bagi setiap Warga Negara Indonesia. Kegiatan tersebut meliputi segala
upaya dan usaha pencarian, pemberian pertolongan, dan penyelamatan jiwa manusia
dan harta benda yang bernilai dari segala musibah baik dalam penerbangan,
pelayaran, bencana atau musibah.
5.3.1
KOMUNIKASI
- Ø Koordinasi dilapangan / pada area pencarian
terdiri dari :
-
I. Penentuan OSC (bila diperlukan)
-
II. Pengawasan penggantian operasi selama SRU dalam perjalanan
ke area pencarian (CHOP / Changes of Operational Control)
- Ø Koordinasi dalam kegiatan pencarian meliputi:
I.
Koordinasi di lokasi dilakukan oleh SMC, bila SMC tidak mampu mengendalikan
dari posko, maka ditunjuk OSC dari unit SAR yang mempunyai kemampuan
sebagaimana yang ditentukan dan bukan senioritas.
II.
Bila diperlukan penggantian pengendalian dan penggantian unsur operasi (CHOP)
pada perjalanan menuju lokasi musibah maupun pada perjalanan pulang, harus
dilakukan dengan satuan induknya. Hal ini harus tercantum dalam rencana
pencarian oleh seorang SMC.
III.
Bila cuaca yang diperkirakan tidak sama dengan yang diharapkan, maka rencana
yang dibuat mungkin tidak efektif untuk dilaksanakan. Dalam hal ini SMC harus
membekali OSC dengan pengarahan kapan rencana pencarian harus dilakukan dan
kapan dapat dilaksanakan perubahan.
5.3.2 ORGANISASI
OPERASI SAR
Untuk melaksanakan tugas operasi
SAR, diperlukan adanya prosedur operasi yang benar dan koordinasi yang mantap,
sehingga akan dihasilkan suatu operasi yang efektif dan berhasil baik. Dalam
menangani suatu musibah, dikenal adanya organisasi dan komponen yang baku dalam
organisasi tersebut, sedangkan besar kecilnya organisasi operasi disesuaikan
dengan jenis musibah dan wilayah yang ditanganinya. Seperti telah diuraikan
diatas bahwa bentuk bagan organisasi operasi dapat dibuat sesuai kebutuhan yang
ada sehingga operasi tersebut dapat seselektif mungkin dan mencapai hasil yang
maksimal.
A. SAR
COMMANDER (SC).
Adalah pejabat yang mampu memberikan
dukungan kepada KKR dalam menggerakkan unsur-unsur operasi SAR karena jabatan
dan kewenangan yang di milikinya. Kemudian unsur-unsur ini diserahkan kepada
SMC untuk di gunakan dalam operasi SAR.
B. SEARCH AND
RESCUE MISSION COORDINATOR (SMC)
Tugas seorang SMC adalah
melaksanakan evaluasi kejasian musibah, perencanaan operasi, mengendalikan
operasi secara keseluruhan. SMC ditunjuk atau diangkat sejak adanya kejadian
SAR sampai dengan operasi dinyatakan selesai. SMC bertanggungjawab kepada SKR atau
KKR yang menunjuknya. Untuk lebih rincinya, tugas seorang SMC adalah:
- Mempelajari semua informasi yang dapat dikumpulkan,
yang berkaitan dengan misi operasi.
- Menggolongkan misi SAR bertahap-tahap darurat yang
tepat, apabila hal ini belum dilakukan.
- Menyiagakan fasilitas SAR yang tepat, dan organisasi
SAR yang akan sangat diperlukan dalam dan selama opersai SAR
bertanggungjawab.
- Memberangkatkan unit SAR (SRU), bilamana keadaan
menghendaki demikian.
- Melaksanakan perencanaan untuk operasi SAR.
- Memberikan briefing pada anggota unit SAR (SRU),
Menunjuk OSC, debriefing bagi unit SAR, dan dukungan sampai operasi
selesai.
- Menentukan jaring kendali komunikasi, kanal-kanal
(saluran) yang dipakai, monitoring semua kanal yang dipergunakan.
- Melaksanakan pencatatan semua usaha operasi beserta
perkembangannya, tindakan yang diambil dan lain-lain.
- Bilamana diperlukan meminta tambahan SRU
- Melaksanakan pengendalian operasi SAR terhadap semua
unsur.
- Memberikan laporan situasi (Lapsit) ke SC, SKR/KKR
paling tidak satu kali dalam satu hari, dan pada saat-saat perkembangan
yang penting terjadi. Laporan Situasi dilaporkan bernomor urut.
- memberikan debriefing akhir kepada unit-unit SAR dan
mengembalikan fasilitas dan organisasi SAR yang terlibat, dan
memberitahukan bahwa misi SAR telah selesai.
- Berkonsultasi dengan SKR/KKR sebelum menyatakan untuk
menghentikan usaha yang tidak berhasil.
Pada kasus musibah penerbangan dan
pelayaran, seorang SMC harus memiliki kwalifikasi sebagai seorang SMC yang
dikeluarkan oleh BADAN SAR NASIONAL. Sedangkan untuk operasi SAR yang sifatnya
rekreatif (musibah pendakian, musibah sungai, pantai, dll) tidak diperlukan
kwalifikasi seketat musibah penerbangan dan pelayaran.
Didalam melaksanakan tugasnya, SMC
dibantu oleh beberapa staff yang memiliki tugas yang spesifik dan khusus
sehingga jalannya operasi lancar dan sukses. Adapun Staff SMC tersebut
adalah:
a) Perwira
Komunikasi (Operator Radio). Tugasnya
adalah mengoperasikan radio komunikasi yang digunakan baik untuk jaring komando
dan pengandali maupun untuk jaring koordinasi. Operator radio bertanggung jawab
tentang kelancaran lalu lints berita yang sangat berperan dalam suatu operasi
SAR. Operator Radio bertanggung jawab terhadap SMC.
b) Perwira Navigasi
(Navigator). Tugasnya adalah melakukan pengeplotan
peta dimana musibah terjadi dan operasi SAR dilakukan sesuai dengan
perkembangan operasi yang terjadi dan rencana-rencana operasi yang akan
dilakukan sesuai denga perhitungan dan perencanaan SMC. Seorang nafigator
bertanggung jawab terhadap SMC.
c) Perwira
Briefing. Tugasnya adalah mewakili SMC untuk
melakukan briefing kepada OSC maupun SRU yang akan diberangkatkan maupun
menerima debriefing dari SRU yang telah kembali ke Pos Komando dari misi
pencarian.
d) SAR Mission
Information Officer (SMIO) atau Humas Operasi SAR. Tugasnya adalah sebagai penghubung antara masyarakat dengan
organisasi operasi, yang dimaksud disini adalah setiap berita yang keluar, baik
untuk pers (media massa) maupun keluarga korban dan juga untuk
instansi-instansi diluar organisasi operasi adalah menjadi tanggung jawab
seorang SMIO. Atau dengan kata lain seorang SMIO bertanggungjawab tentang
pemberitaan perkembangan operasi yang sedang berlangsung.
C. ON – SCENE
COMMANDER (OSC).
OSC ditunjuk oleh SMC untuk
koordinasi dan pengaturan suatu operasi SAR tertentu ditempat kejadian, bila
area pencariannya cukup luas dan mengerahkan cukup banyak SRU/dari berbagai
unit SAR. OSC berwenang menambah, mengurangi merubah formasi SRU yang akan
dibawah komandonya dan berwenang mengubah pola pencarian yang telah ditetapkan
sebelumya sesuai dengan perkembangan yang ada dilapangan. OSC bertanggung jawab
kepada SMC.
Secara umum OSC bertugas :
- Melaksanakan rencana operasi SAR yang dibuat oleh SMC.
- Mengadakan perubahan pada rencana operasi apabilla
dipandang perlu untuk menyesuaikan dengan keadaan ditempat kejadian yang
mungkin sudah berubah.
- Memegang kendali operasi dari semua unit SAR yang
ditunujuk diarea pencariannya, mengkoordinir semua unit SAR.
- Mengirim laporan situasi secara berkala ke SMC. Laporan
situasi pertama segera dilaporkan setelah tiba dilokasi/setelah memegang
tugas sebagai OSC. Disertai laporan cuaca setempat.
- Menyelanggarakan hubungan komunikasi dengan seluruh SRU
dan menerima laporan dari SRU secara berkala.
- Menerima laporan dugaan waktu tiba dilokasi bagi unit
SAR, yang meliputi dugaan waktu tiba dilokasi pencarian, kemampuan
komunikasi, lama pencarian.
- Menyelenggarakan briefing awal bagi unit SAR yang
datang.
- Menerima dan mengevaluasi laporan dari semua unit
SAR,mengkoordinasikan dan memerintahkan semua unit SAR.
- Bila dilakukan penggantian OSC, maka harus membriefing
OSC yang baru.
D. SEARCH AND
RESCUE UNIT (SRU).
SRU adalah satu komponen dalam
operasi SAR yang secara nyata melaksanakan operasi SAR di lapangan. Wewenang
SRU adalah terbatas pada pelaksanaan tugas pencarian di lapangan dan dibawah
koordinasi OSC / SMC. Tetapi dalam hal ini tidak menutup kemungkinan memberikan
masukan ataupun usulan kepada OSC / SMC tentang kemungkinan sistem atau pola
pencarian yang lebih selektif. Selain melaksanakan tugas pencarian, SRU juga
diwajibkan melapor kepada OSC / SMC secara berkala dan juga melaporkan
perkembangan pencarian dilapangan. Penarikan atau penggantian SRU dilakukan
oleh OSC / SMC, atau atas usulan dari SRU yang bersangkutan, apabila SRU
tersebut tidak dapat melanjutkan operasi karena hal-hal tertentu. SRU yang
diganti diwajibkan melakukan briefing kepada SRU penngganti tentang
perkembangan operasi terakhir didaerah operasinya.
Untuk lebih rincinya tentang tugas
SRU adalah sebagai berikut:
- Melaksanakan rencana operasi sesuai yang telah
direncanakan.
- Memberitahukan kepada OSC/SMC saat tiba didaerah
operasi, perkiraan lama mengadakan operasi.
- Melaporkan secara berkala dan melaporkan perkembangan
operasi di lapangan termasuk cuaca dan medan yang di daerah pencarian.
- Lapor segera setelah ada kontak dengan obyek yang
dicari sesuai dengan prosedur yang berlaku.
- Menyiapkan peralatan untuk menandai posisi semua
perjumpaan.
Selain komponen-komponen dalam suatu
misi SAR, yaitu SMC beserta staffnya, OSC dan SRU, yang tidak kalah pentingnya
adalah base camp atau Basis Operasi SAR atau Pos Komando Operasi.
Didalam Pos Komando Operasi selain terdapat komponen-komponen di atas, juga ada
unsur-unsur yang sifatnya mendukung kelancaran operasi tersebut. Sedangkan komponen
pendukung tersebut adalah:
a) Komandan
Pos Komando Operasi
Bertugas memimpin Pos Komando
tersebut dan menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk mendukung
kelancaran jalannya operasi. Sedangkan dalam tugasnya Komandan Pos Komando
Operasi dibantu oleh Koordinator dapur umum, Kooordinator umum, kesehatanmdan
back up emergency team.
b)
Koordinator Dapur Umum
Bertugas menyediakan fasilitas
konsumsi dan perbekalan dalam suatu operasi.
c)
Koordinator Umum
Bertugas mengkoordinir pengadaan
sarana dan prasarana yang mungkin dibutuhkan dalam suatu operasi.
d) Kesehatan
Selain bertugas sebagai back up
emergency, juga bertugas mengawasi dan menangani kesehatan terhadap semua
pelaku operasi.
e) Back Up
Emergency Team
Yang terdiri dari satu team atau
lebih yang bertugas mengadakan pertolongan apabila sewaktu-waktu terjadi
sesuatu terhadap semua pelaku operasi.
5.4 EXPLORER
SEARCH AND RESCUE (ESAR)
5.4.1 PENDAHULUAN
Pada awal tahun 1980-an beberapa
kelompok pendaki gunung mulai mencoba mengembangkan Explorer Search And Rescue
(ESAR). Sistem ini berasal dari Amerika Serikat yang diperuntukan bagi para
penjelajah daerah-daerah berhutan, padang kering dan sungai. Pada tahun-tahun
sebelumnya system SAR laut dan udara masih menjadi rujukan untuk melakukan
pencarian orang hilang di gunung. Yang membedakan ESAR dengan induknya SAR
secara keseluruhan terletak pada rinci operasionalnya. Dalam ESAR dikenal lima
tahap pencarian atau operasi.
5.4.2 MAKSUD
DAN TUJUAN
Menolong sesama hidup merupakan
salah satu bukti dari pengamalan rasa cinta alam. Sehingga sebagai mahluk hidup
yang mengaku dekat dengan alam, Explorer Search And Rescue amatlah
dibutuhkan, khususnya untuk menolong sesama hidup. Pada ESAR Lebih dipersempit
lagi ruang lingkup operasionalnya dalam menolong korban di gunung dan
hutan.
Materi ini bertujuan memberikan
pengetahuan tentang teknik operasional dalam ESAR sesuai dengan apa yang
dibutuhkan. Sebab ESAR memerlukan dan menuntut personil yang siap, cepat dan
tanggap. Personil ESAR diharapkan mampu menjalankan kewajibannya dengan baik,
yang bukan berasal dari kata tugas, melainkan dari panggilan
moral, hati nurani dan sebuah arti
kesetiakawanan terhadap sesama.
5.4.3 TEKNIK –
TEKNIK PENCARIAN
Teknik pencarian disini merupakan
teknik pencarian yang dilakukan di darat. Walaupun tidak secara khusus untuk di
darat, teknik ini juga yang membedakan antara SAR dan ESAR. Teknik pencarian
ini bertumpu pada lima tahap, diantaranya :
1. TAHAP
AWAL (PRELIMINARY MODE).
Yaitu mengumpulkan
informasi-informasi awal, saat dari mulai tim-tim pencari diminta bantuannya
sampai kedatangannya di lokasi.
Melakukan perencanaan pencarian
awal, perhitungan – perhitungan, mengkoordinasikan regu pencari, membentuk pos
pengendali perencanaan, mencari identitas subjek, perencanaan operasi dan
evakuasi.
2. TAHAP
PEMAGARAN (CONFINEMENT MODE).
Yaitu memantapkan garis batas untuk
mengurung orang yang dinyatakan atau dikhawatirkan hilang agar berada di dalam
areal pencarian (search area).
Untuk lebih jelasnya akan dibahas
dalam bagian tersendiri. Dasar pemikirannya adalah menjebak survivor dalam
area yang jelas dan kita dapat mengetahui batasan-batasannya, sehingga :
- Area tersebut dapat dilakukan pencarian atau disapu.
- Sebagai petunjuk bagi survivor untuk menuju
tempat yang dapat diketahui tim pencari.
Kerja awal dari tahap ini adalah
memagari kemungkinan gerak dari pencarian yang padat yang mungkin diperlukan
bila areal pencarian menjadi terlalu luas, maka digunakan Metode Confinement
mode :
2.1
Trail Blocking ( razia pada jalan setapak )
Yaitu menempatkan tim kecil pada
jalan masuk ke areal pencarian untuk menjaga kemungkinan korban melalui daerah
tersebut. Mencatat nama-nama yang keluar masuk areal pencarian tersebut.
2.2
Road Blocks ( razia pada jalan keluar )
Pada dasarnya sama dengan trail
blocks, hanya saja disini masyarakat, pamong desa dapat diminta bantuan
untuk melakukan pengawasan kemungkinan korban keluar melalui desa mereka atau
dengan meminta bantuan petugas keamanan atau tenaga yang lainnya.
2.3
Look Outs
Dilakukan dengan mengadakan
“pengintaian” dengan menempatkan regu-regu kecil di ketinggian untuk dapat
mendeteksi dan mengawasi daerah-daerah sekitar yang lebih rendah untuk
mendeteksi dan mengawasi bila ada yang bergerak, membuat asap, tanda-tanda dari
survivor jika berada di sekitar daerah itu. Juga menggunakan tanda-tanda
yang menyolok untuk menarik perhatian survivor, misalnya bunyi-bunyian,
lampu, sinar, api, asap dll.
2.4
Camp In
Yaitu mendirikan pos – pos di lokasi
yang strategis, misalnya saja persimpangan jalan atau pertemuan aliran sungai.
Dari Camp In ini tim pencari dapat bergerak melakukan pencarian di
daerah sekitar.
2.5
Track Traps (jalur jebakan)
Yaitu jalur setapak atau
tempat-tempat tertentu yang kemungkinan besar akan dilalui oleh korban karena
tempat tersebut secara alamiah dan naluri, besar kemungkinannya akan dipilih
atau dilewati korban, misal jalur air, mata air, gua, tempat datar dsb. Tim
pencari dapat membuat jebakan buatan, misal dengan menggemburkan tanah
disekitar jalur. Periksalah secara berulang area itu secara berkala untuk
melihat jejak korban.
2.6
String Lines
Yaitu pembatas jalur buatan berupa
benang atau tali yang ditarik mengikuti jalur tertentu yang diharapkan akan
membatasi ruang gerak korban. Bila string line tersebut diketemukan oleh
korban, ia akan dituntun menuju tempat tertentu misal jalan setapak, camp in
dsb. Secara khusus akan efektif bila dilakukan pada daerah-daerah terbuka
dimana cara pandangnya baik.
Bila daerahnya berpohon dan bersemak
lebat, dapat lebih sempurna dengan menggunakan Tagged String Lines
(bentangan tali yang bertanda). Tags (tanda-tanda) pada string lines
akan menarik perhatian survivor untuk bergerak mengikuti tali itu dan
keluar menuju tempat yang ditunjukkan oleh tanda-tanda itu.
Tujuan menggunakan string line
adalah menjadikan ruang-ruang atau kotak-kotak search area menjadi
sektor yang terkuasai untuk pencarian tim pencari.
Setelah Initial Confinement
(pemagaran awal), tambahan string line dapat digunakan untuk
membagi-bagi area itu. String line dapat digunakan untuk pemagaran dan
untuk menandai sektor pencarian. Pemisahan lebih lanjut ini bertujuan untuk
mempersempit areal pencarian yang dilakukan oleh tim pencari.
3. TAHAP
PENGENALAN (DETECTION MODE)
Detection adalah usaha untuk mencari korban atau benda yang
tercecer/terjatuh atau sengaja ditinggalkan survivor. Pada keadaan
inilah pasukan atau tenaga dari tim ESAR terutama diperlukan atau digunakan.
Yaitu pemeriksaan-pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang dicurigai. Apabila
dirasa perlu, dilakukan pencarian dengan cara menyapu (sweep searches).
Bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang diketemukan
tanda-tanda atau barang-barang yang ditinggalkan oleh survivor. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas dalan bagian tersendiri.
Metode detection,
dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Penamaan dari ketiga kategori di bawah
ini telah digunakan dalam ESAR untuk beberapa tahun ini, diambil karena hal ini
secara umum bertalian terhadap tahapan dari pengembangan operasi pencarian.
Tipe I umumnya mendahului tipe II, tipe II muncul sebelum tipe III.
3.1
TIPE I SEARCH ( HASTIC SEARCHING )
Yaitu pemeriksaan tidak resmi yang
segera dilakukukan terhadap areal yang dianggap paling memungkinkan. Penamaan
lain untuk tipe ini adalah Reconnaisance atau Hastic Searching /
pencarian terburu-buru.
Metode ini digunakan pada :
- Tahap pencarian awal
- Memeriksa ulang daerah dimana diduga survivor berada
Sasaran metode ini :
- Pemeriksaan yang sesegera atas area yang spesifik
dimana survivor diduga berada
- Memperoleh informasi mengenai areal pencarian
Teknik yang digunakan :
Sebuah tim kecil yang terdiri dari
3-6 orang yang mampu bergerak cepat untuk memeriksa daerah pencarian. Bila
menemukan barang yang tercecer dan bila SMC (SAR Mission Coordinator)
menghendaki barang tersebut dibawa, maka sebuah marker akan dipasang dan
ditempatkan di lokasi penemuan.
3.2
TIPE II SEARCH ( OPEN GRID )
Kriterianya adalah efisiensi,
pemeriksaan yang cepat dan sistematis atas area yang luas, dengan metode
penyapuan yang akan menghasilkan hasil akhir yang tinggi dari setiap pencari
per jam kerjanya. Nama lain dari tipe ini adalah open grids (pencarian
grid renggang / penyapuan renggang). Metode ini digunakan pada :
- Tahap awal operasi pencarian, terutama bila jangka
waktu orang yang bertahan hidup diperkirakan sangat pendek
- Bila areal pencarian luas dan tidak ada areal tertentu
yang dapat dicurigai dan tidak tersedia cukup tenaga pencari yang dapat
mengcover keseluruhan area.
Sasaran metode ini adalah :
pencarian yang tepat dan cepat pada
areal yang luas.
Teknik yang digunakan
Sebuah tim kecil yang terdiri dari
3-6 orang, yang sejajar dengan jarak yang cukup lebar antara 10 meter sampai 20
meter dengan arah yang telah ditentukan.
Ada baiknya ada seorang pemimpin tim
yang bergerak mengawasi penyapuan, tugasnya :
- Memperhatikan apakah penegang kompas dapat menjaga
sudut kompas yang sejajar.
- Mengatasi hal-hal yang muncul mendadak.
- Memeriksa penemuan – penemuan yang ditemukan oleh tim.
Ada cara umum untuk mencegah regu
pencari saling tumpang tindih satu sama lain atau tidak bisa menjaga jarak yang
telah ditentukan diantara mereka yaitu dengan memakai pita atau ribbon
dan menggunakan kompas.
Pada metode I dan II pada selang
waktu tertentu regu berhenti untuk memperhatikan sekilas sekitarnya serta
memanggil survivor sambil menanti kemungkinan jawaban.
Contoh pencarian dan penyapuan pada
metode tipe II.
i.
Tim terdiri dari 6 orang memeriksa kedua tepi sungai kecil.
ii. A & B, personil ujung kiri dan kanan memasang marker (catatan petunjuk lapangan), dan string line / ribbon.
iii. C adalah petugas kompas / kompas-man yang selalu memeriksa bahwa pencarian sesuai arah kompas.
iv. X adalah pimpinan SRU yang mondar-mandir sekitar barisan sambil memeriksa dan memastikan jarak personil terjaga dan juga melihat situasi sekitar medan, apakah perlu ada perubahan arah atau sistem pencarian.
v. Z adalah navigator, yang bertugas membantu kompas man untuk memastikan agar sudut pencarian tidak melenceng.
ii. A & B, personil ujung kiri dan kanan memasang marker (catatan petunjuk lapangan), dan string line / ribbon.
iii. C adalah petugas kompas / kompas-man yang selalu memeriksa bahwa pencarian sesuai arah kompas.
iv. X adalah pimpinan SRU yang mondar-mandir sekitar barisan sambil memeriksa dan memastikan jarak personil terjaga dan juga melihat situasi sekitar medan, apakah perlu ada perubahan arah atau sistem pencarian.
v. Z adalah navigator, yang bertugas membantu kompas man untuk memastikan agar sudut pencarian tidak melenceng.
Bila alat komunikasi cukup, maka
idealnya X, A, dan B masing-masing membawa HT.
3.3
TIPE III SEARCH ( CLOSE GRID )
Kriterianya adalah kecermatan,
pencarian dengan sistematika yang ketat atas area yang lebih kecil menggunakan
metode penyapuan yang cermat. Dinamakan juga close grids (pencarian grid
rapat/ penyapuan rapat).
Metode ini digunakan pada :
- Besarnya kemungkinan objek yang ditemukan dalam areal
pencarian pada metode tipe II, lebih rendah dari apa yang diharapkan
- Bila areal pencarian terbatas dan tenaga yang tersedia
mencukupi
Sasaran metode ini adalah pencarian
yang cermat atas areal yang spesifik
Teknik yang digunakan :
Penyapuan dengan jarak yang sempit.
Jumlah anggota tim 3 – 9 orang dengan jarak kira-kira antar personil 3 meter
sampai 5 meter. Pita-pita atau string line banyak digunakan untuk
mengontrol dalam memberi tanda yang jelas antara areal yang sudah dicari dan
yang belum.
4. TAHAP
PELACAKAN (TRACKING MODE)
Yaitu mengikuti dan melacak jejak
yang ditinggalkan oleh survivor atau pelacakan terhadap barang-barang
yang tercecer dari survivor.
Tracking bisa benar-benar dilakukan oleh orang – orang yang terlatih
dan berpengalaman serta mempunyai kemampuan melacak yang tinggi antara lain
membaca jejak, medan peta kompas, mengerti maksud dan tujuan korban, makna dari
benda-benda yang terjatuh dan sengaja ditinggal korban atau dengan menggunakan
anjing pelacak.
Dari beberapa pengalaman, pelacakan
dengan anjing pelacak masih belum bisa dilakukan secara baik untuk kondisi alam
Indonesia. Hal ini dikarenakan faktor alam yang sulit dan ekstrim serta cepat
berubah.
5.
TAHAP EVAKUASI (EVACUATION MODE)
Yaitu memberikan pertolongan pertama
dan membawa survivor ke titik penyerahan untuk perawatan lebih
lanjut.
Tiga hal pokok yang harus dilakukan pencari apabila berhasil menemukan
Survivor dalam keadaan hidup:
A. Memberikan pertolongan pertama bila diperlukan. Dalam hal
ini personil harus benar-benar memiliki kemampuan pertolongan pertama, karena
kalau salah menangani akan mengakibatkan korban bertambah parah bahkan bisa
meninggal.
B. Meyakinkan pada survivor bahwa Ia akan selamat
C. Mengabarkan ke pangkalan pengendali tentang kondisi dan lokasi ditemukannya survivor.
B. Meyakinkan pada survivor bahwa Ia akan selamat
C. Mengabarkan ke pangkalan pengendali tentang kondisi dan lokasi ditemukannya survivor.
Bila survivor dalam keadaan
meninggal :
A. Tidak boleh merubah posisi survivor sebelum ada
perintah dari SMC.
B. Menjaga survivor dari segala gangguan yang mungkin terjadi
C. Melaporkan ke pangkalan untuk dievakuasi
B. Menjaga survivor dari segala gangguan yang mungkin terjadi
C. Melaporkan ke pangkalan untuk dievakuasi
Teknik yang digunakan dalam
evakuasi :
A. Memapah
B. Memandu
C. Bantuan helicopter
D. Modifikasi dari teknik yang ada
B. Memandu
C. Bantuan helicopter
D. Modifikasi dari teknik yang ada
Sikap
Mental Selama Pencarian
1. Cepat Tanggap. Pentingnya cepat tanggap untuk mencegah :
a. Sangat cepatnya meluasnya areal pencarian yang potensial.
b. Meningkatnya kesulitan pencarian berkaitan dengan mobilitas dan reaksi.
2. Dalam melakukan pencarian jangan terlalu terburu-buru, hendaknya dilakukan dengan kecermatan dan keteletian. Hal ini untuk mengindari kemungkinan survivor tidak terdeteksi saat dilakukan penyapuan.
3. Pencarian adalah hal yang menarik. Bila pencarian kita anggap sebagai hal menarik, maka hasilnya akan lebih efektif. Kesungguhan, perhatian penuh dan sikap agresif dalam mengawasi merupakan komponen yang berharga bagi kerja pencarian.
4. Pentingnya mencari jejak atau barang yang tercecer. Penemuan jumlah jejak dan barang yang tercecer di dalam area, diperkirakan akan lebih banyak dari survivor. Penemuan juga dapat merupakan pemasukan yang penting bagi penyempitan areal pencarian.
a. Sangat cepatnya meluasnya areal pencarian yang potensial.
b. Meningkatnya kesulitan pencarian berkaitan dengan mobilitas dan reaksi.
2. Dalam melakukan pencarian jangan terlalu terburu-buru, hendaknya dilakukan dengan kecermatan dan keteletian. Hal ini untuk mengindari kemungkinan survivor tidak terdeteksi saat dilakukan penyapuan.
3. Pencarian adalah hal yang menarik. Bila pencarian kita anggap sebagai hal menarik, maka hasilnya akan lebih efektif. Kesungguhan, perhatian penuh dan sikap agresif dalam mengawasi merupakan komponen yang berharga bagi kerja pencarian.
4. Pentingnya mencari jejak atau barang yang tercecer. Penemuan jumlah jejak dan barang yang tercecer di dalam area, diperkirakan akan lebih banyak dari survivor. Penemuan juga dapat merupakan pemasukan yang penting bagi penyempitan areal pencarian.
Post a Comment